Jumat, 02 Oktober 2015

Atraksi Fisika di Udara



    Sekumpulan burung Pelikan, Camar dan Angsa terbang   indah di udara. Suatu   atraksi  udara  yang   sangat   menakjubkan!   Ada   rasa   iri   yang   dapat dimengerti saat manusia menyaksikan pertunjukan ini. Ternyata semua akal budi dan  kepandaian  manusia  belum  dapat  menyaingi  kemampuan  burung  yang dapat terbang dengan mulus dan sempurna tanpa menggunakan alat bantu mesin‐mesin besar yang mengeluarkan suara bising yang memekakkan telinga seperti pesawat‐pesawat ciptaan manusia. Apa rahasianya? Bagaimana burung bisa terbang, mengalahkan semua keterbatasan akibat berat tubuh mereka dan gravitasi bumi? Mereka bahkan selalu terbang sebagai kawanan burung yang dengan kompak menjelajahi udara dengan gerak‐gerik yang indah. Kalah kompakkah manusia?

Atraksi  terbang  burung‐burung  di  udara  ini  ternyata  melibatkan  ilmu fisika. Ada  4 jenis gaya yang terlibat dalam atraksi udara tertua ini.
1. Drag Force, yaitu gaya hambat udara.   

     Gaya ini berasal   dari tumbukan molekul‐molekul udara dengan tubuh burung. Arah gaya ini selalu berlawanan dengan arah gerak burung. Sedangkan besar gaya ini sangat tergantung   pada   luas   permukaan   burung   dan   kecepatan   burung. Semakin   luas   permukaan   burung   semakin   besar   gaya   hambatnya. Semakin cepat burung bergerak semakin besar pula gaya hambatnya ini. Suatu ilustrasi yang dapat menggambarkan drag‐force (hambatan) udara ini adalah hambatan   yang dirasakan saat kita berjalan melawan arah angin yang kencang. Hambatan ini semakin terasa besar ketika   kita membuka lengan kita lebar‐lebar (memperluas permukaan tubuh kita) atau ketika kita bergerak lebih cepat.
2. Lift Force (gaya angkat) merupakan   gaya   yang mengangkat burung ke atas. 

     Ada 2 hal yang dapat menimbulkan gaya angkat  ini: kepakan sayap dan aliran udara yang lewat sayap.  Ketika burung mengepakkan sayap ke bawah, burung menekan udara ke bawah, akibatnya udara akan menekan balik dan mendorong burung ke atas (hukum aksi‐reaksi). Semakin cepat kepakan sayap, semakin besar gaya keatasnya.     Itu sebabnya burung merpati yang hendak terbang akan mengepakan sayapnya secara cepat. Burung   yang   berat   seperti   Kori   Bustard   dari   Afrika   tentu   harus mempunyai otot dada yang kuat sehingga mampu mengepakan sayap lebih  cepat  untuk  mengangkat  tubuhnya  yang  gembrot  itu  (19  kg).
(Karena ototnya keras, daging Kori Bustard  keras....kurang enak dimakan).

     Pada Gb. 2 digambarkan aliran udara ketika  melewati  sayap. Udara yang mengalir lewat bagian atas sayap akan bergerak lebih cepat karena udara ini harus menempuh lintasan yang lebih jauh. Akibatnya tekanan dibagian ini lebih kecil dibandingkan dengan tekanan udara dibawah sayap. Perbedaan tekanan ini memberikan gaya angkat pada burung.  Semakin melengkung (semakin aerodinamis) sayap semakin besar gaya angkatnya.

3. Thrust (gaya dorong) yaitu gaya yang mendorong burung bergerak maju.

     Gaya ini  dihasilkan melalui kepakan sayap yang bergerak seperti angka 8 rebah (dilihat dari samping). Kepakan sayap menghasilkan suatu pusaran udara (vorteks) yang dapat memberikan suatu dorongan bagi   burung untuk bergerak maju di udara. Besar‐kecilnya gaya dorong ini sangat tergantung pada kekuatan otot terbang.


4.         Weight  (gaya  berat)  yaitu  gaya  tarik  gravitasi  bumi.   
            Besarnya  sangat tergantung pada massa burung. Arahnya vertikal ke bawah.

         Kombinasi ke 4 gaya ini dimanfaatkan burung untuk melakukan berbagai atraksi seperti parachutting (gerak parasut),  gliding (meluncur), flight (terbang ke depan), dan soaring (membubung) (pintar yach burung‐burung ini....)


Parachuting (gerak parasut)
      Gerak parasut merupakan gerak jatuh di udara (bisa miring  bisa pula vertikal). Sudut miringnya lebih besar dari 450 terhadap garis mendatar. Untuk melakukan gerak parasut, burung rajawali harus memperbesar gaya hambatnya (drag force) caranya adalah dengan memperbesar luas permukaannya (misalnya dengan melebarkan sayapnya).


Gliding (meluncur)
     Gliding (meluncur)  yaitu  gerak jatuh yang membentuk sudut lebih kecil dari 45° dengan garis mendatar. Fokus utama dalam gliding adalah meluncur semendatar mungkin. Ini dilakukan dengan memperkecil gaya hambat udara.   Dalam melakukan gliding burung Fulmar dapat menempuh jarak mendatar 8,5 meter tetapi hanya turun 1 meter saja. Burung pemakan bangkai (Vultures) lebih bagus lagi, burung ini dapat menempuh jarak mendatar 22 jarak meter  dengan turun hanya 1 meter.


Flight (terbang)

     Gerakan  flight (terbang)  dilakukan dengan mengepakkan sayap. Kepakan sayap digunakan untuk menghasilkan gaya dorong ke depan (thrust) dan gaya angkat (lift). Gaya dorong dan gaya angkat ini dapat diatur oleh burung untuk mengendalikan arah, kecepatan, dan ketinggiannya (ternyata otak burung cukup cerdas untuk menghitung fisika he...he..he.....).
     Ketika burung hantu turun dengan kecepatan tinggi untuk menangkap tikus, burung hantu mengecilkan drag force dengan merampingkan tubuhnya atau   menekuk   sayapnya.      Ketika   sudah   dekat   dengan   mangsanya   (akan mendarat), burung hantu memperlambat gerakannya dengan memperbesar drag force yaitu dengan mengembangkan sayapnya (wuiii ...hebat sekali ilmu fisika burung hantu ini...)


Soaring (gerak membubung)

      Gerak membubung merupakan gerak naik tanpa mengepakkan sayap. Gerakan ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan arus udara. Akibat pemanasan matahari suhu udara yang dekat permukaan bumi menjadi lebih panas, udara panas ini akan naik ke atas dan menimbulkan arus udara ke atas. Arus udara inilah yang dimanfaatkan oleh burung rajawali untuk membubung tinggi tanpa perlu mengepakan sayapnya yang besar (hemat energi lho...). Burung camar atau burung  albatros,  lain  lagi.  Untuk  membubung,  burung  camar  memanfaatkan arus udara yang dipantulkan oleh permukaan air laut. Itu sebabnya burung camar selalu berada dekat‐dekat dengan permukaan laut.


Parade Burung Terbang
      Pernah lihat angsa atau burung terbang bermigrasi (berpindah tempat)? Angsa ini umumnya terbang berkelompok membentuk suatu parade yang sangat indah,  jarang  ditemukan  angsa  terbang  jauh  sendirian.  Selain  untuk meningkatkan keamanan terhadap serangan predator, kebersamaan itu juga mengurangi resiko tersesat di jalan saat melakukan migrasi jarak jauh. Dalam melakukan migrasi dari satu tempat ke tempat lain angsa‐angsa ini memanfaatkan medan magnetik bumi sebagai penunjuk arah.
     Dalam melakukan parade, angsa‐angsa  ini seringkali membentuk formasi seperti huruf V (gambar 4). Angsa yang paling depan (pemimpin) merupakan pembuka jalan yang harus bekerja keras “memecah” hambatan udara, sehingga angsa dibelakangnya dapat bergerak lebih mudah. Ketika pemimpin ini lelah, temannya   segera   menggantikan   posisinya   (wah   ternyata   angsa       tidak egois ...nggak mau enak sendiri).
     Dalam formasi huruf  V ini gerakan angsa‐angsa dalam kawanan ini sangat sinergi  sehingga  mereka  tidak  perlu  keluar  tenaga  terlalu  besar  (pemakaian energi lebih efisien) untuk melakukan perjalanan yang jauh (wah tampaknya kita harus belajar dari angsa dalam bekerja sama...).
     Angsa‐angsa   ini tampak kompak sekali, seakan‐akan tidak pernah ada yang  salah  arah.  Sebenarnya  berbagai  kesalahan  arah  terbang  tetap  terjadi, hanya saja kesalahan itu dapat dengan cepat dileburkan sehingga tidak terlihat mempengaruhi  arah  terbang  kawanan.    Pada  gambar  4,  sekumpulan  angsa sedang bergerak ke arah utara.   Jika satu angsa menyimpang dari posisi (1) ke posisi (2) lalu ke posisi (3) dan (4), maka angsa‐angsa lain akan berusaha menyesuaikan diri (dengan memperhatikan aliran udara dan kondisi udara disekitarnya) sedemikian sehingga terjadi perubahan posisi tetapi arah gerak kawanan tetap tidak berubah yaitu tetap ke arah utara. Eh tahu nggak...  konsep perubahan posisi ini dapat diterapkan dalam ilmu manajemen modern lho. Menurut  konsep  ini  jika ada seorang  mempunyai ide      yang  dapat menyimpangkan arah perusahaan tetapi menguntungkan perusahaan itu,  orang ini tidak akan dikucilkan. Teman‐temannyalah yang   akan menyesuaikan diri sedemikian sehingga misi dan visi perusahaan tetap tidak berubah, walaupun mungkin posisi teman‐temannya itu bisa berubah (wah keren... belajar dari angsa).


      Memang asyik mengamati gerakan‐gerakan burung. Ternyata dalam ilmu fisika kita harus banyak belajar dari burung. Begitu indah dan mempesonanya atraksi fisika yang mereka pertontonkan di udara selama jutaan tahun sehingga rasanya kita ini tidak ada apa‐apanya.


(Yohanes Surya).